(Al-Qamar (54): 1)
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan sebuah stasiun televisi, seorang pakar geologi muslim, Prof. Dr. Zaghlul An-Najar, ketika ditanya oleh pembawa acara tentang ayat di atas:
“Apakah terdapat i’jaz ilmi (kemukjizatan yang bersifat sains) yang terkandung dalam ayat di atas?”
Beliau memberikan jawaban dengan mengatakan:
“Berkenaan dengan ayat ini, aku mempunyai sebuah cerita. Sudah sejak lama aku menjadi tenaga pengajar di Universitas Chardif di bagian barat Inggris. Yang datang mengikuti perkuliahanku terdiri dari muslim dan non muslim. Pernah suatu ketika terjadi diskusi yang menarik tentang i’jaz ilmi dalam Al-Quran.”
Di tengah-tengah diskusi, ada seorang pemuda muslim berdiri dan mengatakan:
“Tuan, apakah Anda melihat bahwa di dalam firman Allah swt:Telah dekat datangnya saat itu (hari kiamat) dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar (54): 1)terdapat isyarat i’jaz ilmi dalam Al-Quran?”
Dr. Zaghlul mengatakan:
“Tidak, karena i’jaz ilmi ditafsirkan oleh ilmu (sains), sedangkan mukjizat, ilmu (sains) tidak mampu menafsirkannya. Mukjizat adalah suatu perkara luar biasa yang tidak dapat ditafsirkan oleh hukum alam (hukum kausalitas). Terbelahnya rembulan adalah mukjizat yang terjadi untuk Rasulullah saw, dan menjadi bukti kenabian dan kerasulannya. Mukjizat visual adalah bukti nyata bagi orang yang menyaksikannya. Seandainya hal itu tidak datang dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya tentu kita ummat Islam di abad ini tidak wajib mengimaninya. Akan tetapi kita mengimaninya karena telah datang keterangannya di dalam kitab Allah swt dan di dalam sunnah Rasul-Nya dan karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dr. Zaghlul kemudian menyampaikan kisah terbelahnya rembulan sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab hadits.
Dia mengatakan bahwa lima tahun sebelum Nabi saw berhijrah dari Makkah ke Madinah, ada sekelompok orang Quraisy yang datang menemui beliau dan mengatakan:
“Hai Muhammad, jika engkau benar-benar seorang nabi dan rasul maka datangkanlah bukti yang menunjukkan bahwa engkau memang benar-benar seorang nabi dan rasul.”
Maka Nabi bertanya kepada mereka:
“Apa yang kalian inginkan?”
Mereka berkata dengan tujuan melemahkan dan menantang:
“Belahlah untuk kami rembulan itu!”
Nabi saw lantas berdiri beberapa saat. Beliau berdoa kepada Allah swt agar memberikan pertolongan untuknya dalam situasi seperti ini. Allah swt lantas memberikan ilham kepada beliau untuk berisyarat dengan menggunakan jari tangan beliau ke arah renbulan. Tiba-tiba rembulan tersebut terbelah menjadi dua bagian. Satu bagian menjauh dari bagian yang lain selama beberapa jam kemudian menyatu kembali.
Maka orang kafir berkomentar:
“Muhammad telah menyihir kita.”
Akan tetapi orang-orang yang cerdas diantara mereka mengatakan:
Sesungguhnya sihir itu terkadang dapat mempengaruhi orang-orang yang menyaksikannya dan tidak dapat mempengaruhi seluruh manusia. Maka tunggulah rombongan yang datang dari perjalanan.”
Maka orang-orang kafir bergegas keluar menuju pintu-pintu kota Makkah untuk menunggu orang-orang yang datang dari perjalanan.
Ketika rombongan pertama datang, orang kafir menanyakan kepada mereka:
“Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh terjadi pada rembulan itu?”
Mereka menjawab:
“Ya, benar. Pada malam anu kami melihat rembulan itu telah terbelah menjadi dua dan saling berjauhan satu dari yang lain kemudian kembali menyatu.”
Maka berimanlah sebagian dari mereka dan kafirlah orang-orang yang tetap kafir.
Oleh karena itu Allah swt berfirman dalam kitab-Nya:
“Telah dekat datangnya saat itu (hari kiamat) dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus”. Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. (Al-Qamar (54): 1-3).
Dr. Zaghlul melanjutkan penjelasannya dengan mengatakan:
“Dan sesudah aku mengakhiri penjelasanku, ada seorang pemuda Inggris muslim berdiri dan memperkenalkan dirinya:
“Aku bernama Dawud Musa Bidcook, Ketua Hizb Islami Britani.”
Setelah itu dia mengatakan:
“Tuan, bolehkah aku memberi keterangan tambahan?”
Aku menjawab: “Silakan.”
Dia berkata:
“Sebelum masuk Islam, saya mempelajari banyak agama. Satu hari ada seorang mahasiswa muslim memberikan hadiah kepadaku berupa terjemahan Al-Quran. Aku berterima kasih kepadanya atas hadiah tersebut. Lalu buku terjemah Al-Quran tersebut aku bawa pulang ke rumah. Saat aku membukanya, surat yang pertama kali aku baca adalah surat Al-Qamar. Aku membaca ayat:
“Telah dekat datangnya saat itu (hari kiamat) dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar (54): 1)
Maka aku mengatakan:
“Apakah ucapan ini masuk akal?! Apa mungkin rembulan terbelah kemudian menyatu kembali? Kekuatan apakah yang mampu melakukan itu?”
Maka pemuda tadi mengatakan:
“Ayat ini membuatku tidak dapat melanjutkan membaca Al-Quran dan akupun tersibukkan dengan urusan dunia. Akan tetapi Allah swt mengetahui seberapa jauh keikhlasanku dalam mencari kebenaran. Maka Tuhanku mendudukkan aku di depan televisi Inggris yang di sana ada acara dialog antara komentator Inggris dengan tiga ilmuwan ruang angkasa Amerika. Pembawa acara ini memberikan komentar miring terhadap tiga pakar tersebut karena telah menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk perjalanan ruang angkasa pada saat bumi dipenuhi berbagai problematika kelaparan, kemiskinan, timbulnya berbagai penyakit dan keterbelakangan.
Sang komentator mengatakan:
“ Seandainya biaya yang demikian banyak itu dihabiskan untuk memakmurkan bumi tentu lebih bermanfaat.”
Akan tetapi tiga pakar tersebut tetap membela pendapat-pendapatnya dengan mengatakan bahwa sesungguhnya teknologi ini bisa bermanfaat secara praktis dalam berbagai aspek kehidupan. Bisa bermanfaat dalam ilmu kedokteran, industri dan pertanian. Jadi biaya yang demikian besar itu bukanlah harta yang dihambur-hamburkan dengan percuma, akan tetapi biaya tersebut membantu perkembangan teknologi maju untuk mewujudkan tujuan mulia.
Di sela-sela dialog tersebut muncul penyebutan tentang perjalanan yang mendaratkan seorang astronot di atas permukaan rembulan. Karena pendaratan tersebut adalah perjalanan ruang angkasa yang paling banyak memakan biaya – ia telah menghabiskan lebih dari 100 milyar dolar Amerika –
maka dengan nada tinggi, komentator Inggris mengatakan: “Kebodohan macam apa ini? 100 milyar dolar Amerika hanya untuk mendaratkan seorang ilmuwan Amerika di atas bulan?” Mereka menjawab:
“Tidak, tujuannya bukan untuk mendaratkan ilmuwan Amerika di atas bulan, tapi kami mempelajari susunan bulan bagian dalam. Dan kami pun telah menemukan sebuah fakta ilmiah, seandainya kita menghabiskan biaya berkali-kali lipat untuk membuat orang percaya terhadap fakta tersebut, tentu tidak ada orang yang mempercayai kami.”
Maka sang komentator mengatakan:
“Fakta apa itu?”
Mereka menjawab:
“Rembulan ini pernah terbelah pada suatu hari kemudian menyatu kembali.”
Komentator bertanya:
“Bagaimana kalian mengetahui hal itu?”
Mereka menerangkan:
“Kami mendapatkan sebuah sabuk dari bebatuan yang membelah rembulan dari permukaan hingga ke bagian dalamnya. Kami lantas berembuk dengan para pakar ilmu tanah dan geologi dan mereka mengatakan hal tersebut tidak mungkin terjadi kecuali jika rembulan pernah terbelah kemudian menyatu lagi.”
Dawud Musa Bidcook lalu mengatakan:
“Maka saya segera meloncat dari kursi tempat duduk saya, dan saya katakan, “Sebuah mukjizat terjadi untuk Muhammad saw pada seribu empat ratus tahun yang lalu. Allah swt menundukkan orang-orang Amerika untuk membelanjakan lebih dari 100 milyar US dollar guna menetapkan kebenaran mukjizat itu untuk Islam?! Kalau begitu, pasti agama ini adalah agama yang haq.” Pemuda itu melanjutkan perkataannya:
“Maka saya pun segera kembali ke mushaf dan langsung membaca surat Al-Qamar, dan surat itulah yang menjadi pintu masuknya Islam ke dalam hatiku.”
Allahu a’lam
Diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar