KEKELIRUAN MAKRO DALAM BUKU MMB?
Kekelirun makro adalah kekeliruan dalam memahami dan menempatkan makna suatu kata yang menyebabkan penyimpangan makna kalimat secara utuh. Ini berdampak pada terjadinya penyimpangan makna ayat Alqur'an. Contohnya: ungkapan "RAWAASIYA" diterjemahkan begitu saja dengan arti "gunung-gunung". Padahal "gunung-gunung" atau "pegunungan" dalam bahasa sederhana adalah deretan keriput kulit bumi yang muncul dan terlihat di atas muka laut, dengan ketinggian bisa mencapai ribuan meter. Dan di bawah muka lautpun sebenarnya ada gunung-gunung itu.
Untuk peristilahan "gunung-gunung" atau "pegunungan" Alqur'an menggunakan ungkapan yang lebih tepat : "ALJIBAAL". Plural dari kata "JABALUN". Makna ungkapan "ALJIBAAL" tidak sama dengan "RAWAASIYA" dan tidak bisa seenaknya disamakan begitu saja. Kedua kata tersebut dalam Alqur'an sangat jauh berbeda maknanya terutama bila ditinjau dari sisi kebumian. Contoh Kesalahan ini mungkin disebabkan Ahmad Sabiq memang tidak memahami masalah kebumian. Dan ia bertindak hanya sebagai seorang penulis belaka, yang menyalin berbagai sumber sesuai pandangannya, tanpa analisa sedikitpun. Akibatnya bahwa Ahmad Sabiq mengajak pembaca bertaqlid, tanpa analisis.
Hal ini bertentangan dengan qaedah Alqur'an Surat Isra' (17): ayat 36.
ولا تقف ما ليس لك به علم، إن السمع و البصر والفؤاد كل ألئك كان عنه مسئولا
Para pembaca disilahkan membuka Alqur'an sesuai petunjuk ayat tersebut. -----------------------------------------------------------------
Dimana inti persoalan pembahasan Ahmad Sabiq berdasarkan judul buku?
Inti persoalan dari kajian Ahmad Sabiq dalam buku itu, adanya di bab 5 dengan judul "Matahari mengelilingi Bumi sebuah kepastian Al-Qur'an dan As-Sunnah serta kesepakatan para Ulama". Entah mana yang dia maksudkan kesepakatan para ulama. Namun, Ahmad Sabiq terjebak dalam perdebatan antara penganut "heliosentris" dan "geosentris". Ternyata dia lebih berpihak kepada pandangan Aristoteles dan Ptolomeus dalam "geosentris" dengan perinsip bahwa "bumi adalah pusat jagad raya". Dan seolah menyalahkan penganut "heliosentris" yang diseponsori oleh Copernicus dan Kepler, yang menganggap bahwa "matahari adalah pusat jagad raya". Sayang sekali, jika dilihat dari halaman 105 s/d 113 dalam buku tersebut ternyata Ahmad Sabiq tidak mendapatkan informasi akurat tentang perkembangan ilmupengetahuan dengan kemajuan teknologi tentang antariksa atau alam makrokosmos. Ahmad Sabiq ketinggalan kereta yang membawa informasi itu. Bahwa kedua perinsip itu, baik "heliosentris" maupun "geosentris" telah ditinggalkan jauh sebagai kenang-kenangan historis. Dan kedua perinsip itu, ternyata tidak sejalan dengan Alqur'an. Ammaa ba'du. Bagaimana bisa Ahmad Sabiq, kemudian, begitu berani memaparkan bahwa itu pasti dalam Alqur'an ??? Keberanian Ahmad Sabiq memang melebihi dari argumen dan analisa yang dipaparkannya. Bahkan ia telah menertawakan dan menganggap lucu ajaran guru SD yang pernah mengajarkan paham "bumi mengelilingi matahari". (Lihat bukunya halaman 109).
Mari kita soroti pandangannya dalam bab 5 mulai halaman 114. Terdapat empat dalil yang dikemukakan untuk mendukung pandangannya bahwa "Matahari mengelilingi Bumi". Keempat dalil itu adalah sebagai berikut;
Pertama : Dalil bahwa bumi diam dan tidak bergerak
Kedua : Dalil bahwa matahari bergerak.
Ketiga : Kesepakatan para Ulama akan hal itu.
Keempat : Realita yang terpampang dihadapan kita.
Marilah kita soroti dalil pertama. Bahwa Bumi diam tidak bergerak.
Untuk memahami bahwa bumi diam dan tidak bergerak maka Ahmad Sabiq mengemukakan sejumlah 25 ayat Alqur'an dalam bukunya mulai halaman 114 sampai di halaman 127. Namun hanya ada 2 ayat yang menjadi sandaran utama dan perlu untuk kita komentari, yakni Surat Fathir (35):41 dan Rum (30):25. Ayat-ayat lainnya merupakan tambahan penjelasan terhadap kedua ayat tersebut. Yang kita soroti adalah cara dan analisa yang diterapkan Ahmad Sabiq terhadap kedua ayat itu. Yang Pertama: Mari kita soroti bagaimana pandangan Ahmad Sabiq terhadap ayat 41 Surat Fathir(35). Pada ayat tersebut terdapat ungkapan kata kerja "YUMSIKU" yang diartikan "menahan". Atas dasar terjemahan kata "menahan" tersebut dipahami oleh Ahmad Sabiq, bumi diam tidak bergerak. Kita kutip terjemahan buku itu selengkapnya. (Kata "Alloh" kita kembalikan menjadi "Allah"). "Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan bergeser, dan sungguh jika keduanya akan bergeser tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia itu Maha Penyantun lagi Maha Pengampun". Berdasarkan pada pemahaman ayat tersebut maka Ahmad Sabiq mendakwahkan bahwa bumi diam tidak bergerak karena ditahan oleh Allah. Seandainya bumi bergerak mengelilingi matahari berarti dia bergeser dari satu tempat ke tempat lainnya, itu bertentangan dengan ayat di atas, demikian yng dipahami Ahmad Sabiq (dalam bukunya halaman 115). Kalau dibayangkan, dari pemaparan Buku Ahmad Sabiq, posisi diamnya bumi, kira-kira maksudnya sama dengan "bola kaki" yang ditahan oleh penjaga gawang. Ini cuma perkiraan saja untuk menyimak maksud Ahmad Sabiq dalam buku itu. Pada halaman 126 Ahmad Sabiq menampilkan ayat 65 Surat Al-Hajj (22), yang dijadikan sebagai pendukung. Pada ayat itu juga terdapat kata "YUMSIKU" diartikan "menahan". Kita kutip seperlunya terjemahan penggal ayat tersebut: "....... Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi. ....... dst". Tetapi buku Ahmad Sabiq tidak membicarakan tentang makna "Yumsiku" lebih lanjut. Ia lebih berfokus pada posisi bumi, bahwa ayat tersebut menekankan makna posisi bumi sebagai pusat jatuh benda-benda langit. Oleh karena itu bumi tidak boleh bergeser. Karena kalau bumi bergeser, bagaimana bisa bumi jadi pusat jatuh; sedangkan ayat menyatakan bumi pusat jatuh. Inti pemahamannya bahwa bumi sebagai pusat jatuh tidak boleh bergeser dari tempatnya. Begitulah kira-kira maunya Ahmad Sabiq dalam memaknakan posisi bumi diam, tidak bergerak; melalui bukunya di halaman 126. Bersambung................
Samakah pengertian "jatuh" disini dengan "jatuh" pada ayat: 31 Surat Al-hajji juga. (kalau kita pakai bhs Indonesia)?
BalasHapus